Kita
dipaksa berjarak oleh kebijakan agar senantiasa baik-baik saja. Kita sudah
terlanjur hancur untuk mempertahankan ego. Kita terlalu lemah untuk melawan suatu
keadaan yang tidak kita inginkan. Kita dilumat habis oleh virus yang sedang
viral bernama Covid-19.
Sepertinya baru kemarin sore kita masih
melakukan hal-hal yang biasa kita lakukan. Tanpa takut pada hal apapun. Kini,
kau dan aku, jasmani kita dipaksa menjauh dan tak boleh bertemu. Meski begitu,
kita masih bisa saling sapa melalui media sosial dan pesan pribadi.
Sampai kapan pandemi ini akan terus berjalan,
Sam? Tanya Mira padaku dalam panggilan video.
Entah lah, Mir. Aku bukan pakar atau ahli yang
mengerti tentang pandemi semacam ini. Jawabku pasrah sambil menghisap rokok yang
terselip di antara telunjuk dan jari tengahku. Aku sudah kadung pusing
memikirkan masalah yang semakin rumit saja. Boro-boro Tunjangan Hari
Raya ku dapat, sudah mau lebaran begini saja aku malah menganggur. Aku
menyeruput kopi di hadapanku.
Mira menatapku dari balik layar telepon
genggam. Dia diam saja. Wanita itu paham betul seperti apa perasaanku saat ini.
Bahkan hanya sekedar ucapan ‘yang sabar ya’ pun tak berani ia sampaikan. Tangannya
menyangga dagunya sendiri.
Aku rindu.
Aku juga. Balasku.
Mira adalah kekasihku. Aku paksa ia menjadi
pacarku beberapa bulan lalu. Sebelum Covid-19 tiba-tiba viral menjadi headline
kabar berita dan bahan konten dimana-mana. Ceritanya dia adalah TKW asal Malaysia
yang dipulangkan karena kasus tuduhan narkoba. Sengaja dijebak teman kerjanya
katanya. Beruntung ia masih memiliki tabungan selama empat tahun bekerja di
sana untuk tebusan dan menyewa pengacara. Tidak tanggung-tanggung, puluhan juta
rupiah lenyap sebagai ganti kebebasannya.
Setelah sampai di Batam dan tidak punya tempat
tinggal dan uang sama sekali, ia bertemu denganku. Lebih tepatnya ia sampai di
Batam bersama mantanku. Mantan setelah aku memacari Mira. Jadi sebenarnya waktu
itu masih pacarku, namanya Sonia. Diam-diam Mira ku bawa jalan dengan alasan
mencari kerja. Oh iya, Sonia mengabariku pertama kali bahwa dia akan pulang ke
Batam bersama temannya. Lalu aku jemput mereka di sebuah tempat yang sudah
dijanjikan. Mereka berdua aku bayari kamar kos sebulan dengan harga sewa enam
ratus ribu, atas dasar kasihan.
Waktu berjalan sekian minggu. Aku jatuh hati pada
kemolekan bodi Mira yang aduhai. Pekerjaan belum juga dapat untuk Mira maupun
Sonia. Sewa kos sudah hampir habis. Uang di dompetku sudah mulai menipis. Aku
putar otak.
Ternyata Mira bisa diajak berkompromi. Aku
katakan padanya jangan bilang Sonia kalau kita pernah jalan-jalan ke tempat
wisata dan makan seafood di tepi laut. Bilang saja kita keliling
seharian mencari kerja. Mira setuju.
Lalu di sebuah penginapan pada suatu malam aku
iseng bertanya pada Mira yang tengah memijat punggungku. Kamu mau jadi pacarku?
Memangnya abang belum punya pacar? Ia bertanya
balik padaku dan kurasakan pijatan di punggungku berjeda.
Belum. Kataku.
Sembari melanjutkan tangannya memeras
punggungku agak lebih keras dari sebelumnya; Iya, aku mau. Ucapnya kemudian.
Oke.
Syukur Mira tidak tahu kalau aku memiliki
hubungan dengan Sonia. Atau Mira memang sengaja pura-pura tidak tahu. Dan
alasan ia mau menjadi pacarku hanya sebagai sumber pundi-pundi uang untuk
kebutuhan duniawinya saja aku pun tidak tahu pasti. Aku tidak mau berprasangka
buruk dahulu. Mungkin saja Mira terpesona dengan kemurahan hati dan kebaikan
yang aku berikan selama ini. Mungkin juga pikirnya ternyata masih ada lelaki
yang mau menerima dia apa adanya. Kami berdua sama-sama diam seribu bahasa. Lalu
tanpa ancang-ancang aku telentang membalikkan tubuhku menghadap Mira yang
tengah memijat punggungku. Kemudian kami bermesraan semalaman suntuk.
***
Kamu percaya pandemi Covid-19 ini ulah dari segelintir
orang demi sebuah tujuan untuk mengeruk keuntungan?
Aku tidak menyangka Mira akan bertanya hal
semacam itu padaku. Aku suka dengan teori konspirasi. Tapi tidak boleh menarik
kesimpulan begitu saja menanggapi fenomena sebesar ini. Kalau hanya berpendapat
sih hak semua umat, kan.
Mungkin iya, mungkin juga tidak. Memangnya habis
makan apa kamu kok pertanyaannya serius begitu?
Aku mengikuti unggahan JRX drummer Superman Is
Dead di sosial media dan menonton video dari FE 101 Channel di Youtube.
Oh, begitu. Boleh saja untuk menambah
wawasanmu. Tapi jangan ditelan mentah-mentah informasinya. Kamu harus mencari
kebenarannya sendiri melalui riset yang mendalam. Jika hasilnya sama dengan
yang mereka katakan dan kamu percaya ya tidak apa-apa. Itu hak kamu untuk percaya
dan berpendapat. Tapi jangan gembar-gembor ke publik mengenai teori yang
kamu sendiri belum kuasai ilmunya dan tidak memiliki data yang konkret, ya.
Tapi kan teori atau asumsi hasil dari perkiraan.
Boleh kan menerka-nerka saja?
Itu namanya berprasangka buruk. Tapi ya
terserah.
Sayang...
Ya?
Melihat wajahmu yang sok serius itu membuat
libidoku naik.
Bangsat kau.
Sebenarnya aku mengamini pernyataan dan
pertanyaan Mira tentang teori konspirasi Covid-19 ini. Tapi ya itu tadi. Aku tidak
memiliki bukti yang pasti untuk melempar tuduhan kepada segelintir orang yang
memiliki kepentingan atau yang mereka sebut sebagai Elite Global itu. Yang
ada di otakku hanya ingin pandemi ini lekas berakhir beserta kebijakan-kebijakan
yang menyulitkan. Agar aku bisa segera bertemu Mira untuk melepas hal-hal yang
sudah cukup menggumpal. Rindu maksudnya.
Mengingat kembali bagaimana kisahku bersama
Mira yang pada akhirnya adalah sebuah konspirasi ciptaanku sendiri. Setelah
bermesraan semalaman suntuk di penginapan waktu itu. Siangnya setelah terbangun
dari tidur ternyenyak sepanjang beberapa malam sebelum bertemu Mira, aku
membuat kesepakatan dengannya.
Sonia jangan sampai tahu hal ini. Kita harus
tetap merahasiakan ini darinya.
Kenapa? Mira mengernyitkan dahinya.
Tidak enak saja.
Baik lah. Jawabnya sambil menyandarkan
kepalanya di dadaku dan memeluk pinggangku.
Sewa kos sudah hampir habis. Nanti aku bilang
sama Sonia kamu sudah dapat kerja. Dan tadi malam kamu sudah mulai training.
Nanti aku tinggal uang sedikit untuk Sonia. Kamu kemas semua barangmu nanti aku
cari kos baru agar kita bisa tinggal berdua saja. Ceritanya kamu kerja di
sebuah kafe yang harus tinggal di mes. Tolong iya kan semua yang aku katakan di
depan Sonia nanti.
Iya.
Bagus. Ayo kita mandi dan lekas check out.
***
Tapi kemudian pandemi Covid-19 semakin
merajalela. Semua orang harus di rumah saja. Kafe tempatku bekerja terkena
imbas dan sepi pengunjung. Penghasilan kafe menurun. Aku dirumahkan sementara
sampai waktu yang tidak ditentukan. Mira aku pulangkan ke kampung halamannya di
Pontianak.
Kamu enak banget dari tadi pas pus pas pus ngerokok,
enggak puasa? Tegur Mira yang sedari tadi melihatku menikmati rokok dan kopi
dengan sungguh-sungguh.
Lagi M, Malas.
Bajingan kamu, Samsul!
Kami berdua tertawa.
TAMAT